Banda Aceh – Hengkangnya PT. Trans Continent  dari kawasan Industri Aceh yang berlokasi di Ladong,  Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar,  tidak saja mempermalukan Aceh, tapi juga bisa memupus harapan Pemerintah Aceh untuk bermimpi menjadikan kawasan itu  sebagai smart industry Area dengan branding  competitive, halal, smart and green industrial park. Dengan angkat kakinya  perusahaan transportasi logistik Nasional, langkah  Pemerintah Aceh menarik hadirnya investor baru mulai terancam.

PT. Trans Continent pada awalnya diharapkan bisa menjadi perusahaan perintis bagi rencana besar Pemerintah Aceh untuk menjadikan  kawasan Industri Ladong sebagai  Pusat Logistic Berikat  untuk memperkuat system perdagangan di Aceh. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan itu siap berinvestasi besar untuk pembangunan  pusat logistic tersebut.

Pada tahap awal PT Trans Continent siap mengucurkan investasi pembangunan fisik senilai Rp 5 miliar. Berbagai peralatan berat  telah mereka datangkan untuk dioperasikan di KIA Ladong. Tapi  belakangan  perusahaan itu merasa Pemerintah Aceh tidak serius mendukung  semangat mereka. Alhasil, PT Trans Continent  mengangkut semua peralatannya dan resmi angkat kaki dari Ladong.

Forum LSM Aceh menilai batalnya investasi PT . Trans Continent  itu menghadirkan aib bagi investasi Aceh. Betapa tidak, owner dari   perusahaan itu  adalah putra Aceh yang tadinya punya semangat besar untuk membangun daerahnya.

“Jadi bisa dibayangkan, putra daerah saja tidak mendapat pelayanan yang baik, apalagi  investor dari luar. Sudah pasti hengkangnya PT Trans Continent itu  membuat investor luar akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Aceh,” ujar Sudirman, Direktur Forum LSM Aceh.  

Sebelumnya, investasi Aceh sempat  ternoda ketika batalnya  pembangunan industri semen di Laweung. Belum lagi banyaknya demo berkaitan dengan protes terhadap investasi di sector tambang.

“Kalau kasus seperti ini terus terjadi,  jangan bermimpi Aceh bisa maju. Sampai kapanpun ekonomi Aceh akan terus bergantung kepada dana pembangunan daerah,” ujar Sudirman.

Untuk itu Ia menyarankan agar  Pemerinah Aceh sebaiknya membentuk Tim Reaksi Cepat Investasi guna merespon  berbagai permasalan terkait permodalan yang ada di daerah ini. Tim Reaksi Cepat itu harus membangun komunikasi yang baik dengan  investor, sehingga jika ada permasalahan investasi  dapat diselesaikan dengan cepat. Ada baiknya, kata Sudirman, anggota Tim Reaksi Cepat ini dari kalangan professional dan  tokoh masyarakat.

Di beberapa daerah, seperti di jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali, Tim Reaksi Cepat Investasi sudah lama ada. Tim ini aktif bekerja sama dengan investor untuk mendata berbagai persoalan terkait hambatan investasi. Bahkan kalau ada investor yang dipalak oknum tertentu, Tim ini cepat memberi respon. Dengan demikian pihak  investor  punya tempat untuk mengadukan permasalahannya.

Kehadiran Tim Reaksi cepat Investasi ini juga menjadi jembatan komunikasi antara investor dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian hambatan komunikasi yang terjadi akan dapat diselesaikan dengan bijak.

Sudirman yakin, kalau saja komunikasi antara Pemerintah Aceh dan investor terjalin dengan baik, maka kegelisahan investor  terkait investasi mereka di Aceh  akan dapat teratasi dengan cepat. ***