* Terkait Persoalan KIP Simeuleu, Aceh Tengah, dan Agara
BANDA ACEH – LSM Forum Aceh dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Aceh menyorot pelaksanaan Pemilu 2109 di Aceh. Dari pantauan dua lembaga tersebut, KPU RI dianggap abai dalam menyikapi polemik perekrutan dan pelantikan anggota KIP Simeulue, Aceh Tengah, dan Aceh Tenggara (Agara) yang hingga kini belum ada solusinya.
Hal itu disampaikan Sudirman Hasan, Sekretaris Jenderal Forul LSM Aceh dan Ridwan Hadi, Direktur Eksekutif JaDI Aceh dalam konferensi pers di Jay Kupi, Kuta Alam, Banda Aceh, Selasa (2/10). “Kalau ini dibiarkan, maka ditakutkan akan ada gugatan-gugatan dari peserta Pemilu nantinya,” kata Sudirman Hasan.
Sudirman menjelaskan, persoalan yang terjadi di Simeulue adalah tidak dilantiknya anggota KIP yang baru oleh Bupati setempat, Erly Hasyim, meskipun sudah keluar SK dari KPU RI. Alasan Bupati Erly, karena adanya satu anggota KIP yang menjadi tersangka pemalsuan dokumen dan dua anggota KIP lainnya masih berstatus aparatur sipil negara (ASN).
Sementara masalah di KIP Aceh Tenggara adalah Komisi A DPRK setempat tidak memproses 15 nama-nama calon anggota KIP yang diusulkan panitia seleksi (pansel) karena adanya tarik menarik kepentingan antar partai politik. Sedangkan masa tugas anggota KIP lama telah berakhir sejak 9 Juli lalu.
Di Aceh Tengah berbeda lagi. Sudirman menyampaikan bahwa pansel telah menyerahkan 15 nama calon anggota KIP ke Plt Sekretaris DPRK setempat untuk dilakukan fit and proper test di Komisi A DPRK itu. Dari 15 nama itu, salah satu calon terindikasi melanggar aturan karena sudah pernah menjadi anggota KIP selama dua periode.
Berdasarkan bunyi Pasal 10 ayat 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dijelaskan bahwa masa jabatan anggota KPU, KPU Provinsi, KPU kabupaten/kota adalah selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.
Akibat berlarutnya penyelesaian masalah di tiga daerah tersebut sementara masa jabatan KIP lama sudah berakhir, mengharuskan KIP Aceh mengambil alih ketiga KIP itu. “Forum LSM Aceh dan JaDI Aceh menyorot beberapa kasus di daerah ini semacam adanya pembiaran dari KPU. Ini sangat mempengaruhi tahapan selanjutnya,” katanya.
Sudirman berharap, KPU menaruh perhatian untuk ketiga daerah ini sehingga anggota KIP yang baru bisa dilantik. Jika KIP Aceh terus menerus mengambil alih KIP kabupaten/kota, ditakutkan akan tidak maksimal mengingat banyaknya tugas dan tanggung jawab yang dipikul oleh anggota KIP Aceh sendiri.
“Yang jadi sorotan kita, ada persoalan yang membuat konflik antara eksekutif dan legislatif. Dengan pembiaran ini sama saja KPU membiarkan konflik di lokal. Itu yang kita sesalkan. Kita mendesak KPU RI sesegera mungkin menyelesaikan masalah di kabupaten/kota,” tegas Sudirman.
Direktur Eksekutif JaDI Aceh, Ridwan Hadi, menyampaikan proses rekrutmen anggota KIP di seluruh kabupaten/kota tidak mendapat pengawasan dari Bawaslu, sehingga terjadi ketidakpatuhan terhadap ketentuan undang-undang.
Ridwan mempertanyakan kenapa Bawaslu tidak mengeluarkan satu rekomendasipun untuk menyelesaikan polemik ini. Seharusnya, lanjut mantan ketua KIP Aceh ini, ketika KPU menerbitkan SK pelantikan anggota KIP, KPU harus meminta rekomendasi ke Bawaslu dan kemudian KIP Aceh akan melakukan klarifikasi. Sehingga bila ditemukan masalah, bisa langsung diambil sikap dan tidak sampai terjadi pembiaran seperti ini.
“Kalau masa saya dulu, ketika KPU ingin menerbitkan SK, KPU meminta rekomendasi kepada Bawaslu dan KIP melakukan klarifikasi. Yang harus dilakukan klarifikasi oleh KIP Aceh, bukan memberikan kewenangan penuh kepada bupati atau DPRK. Dalam hal ini Bawaslu tidak mengawasi masalah ini dan KPU membiarkan kasus ini berjalan sendiri,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Ridwan Hadi juga meminta penyelenggara Pemilu untuk melaksanakan tahapan secara transparan dan mensosialisasikan nama-nama anggota DPRA dan DPD RI yang sudah ditetapkan dalam daftar calon tetap (DPT) secara massif.(mas)
Editor: bakr
sumber: Serambi Indonesia