Banda Aceh– Aksi penolakan sejumlah daerah terhadap keputusan DPR RI dan Pemerintah yang mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja semakin bertambah. Menyikapi aksi penolakan itu, Forum LSM Aceh mengajak para Bupati dan Walikota di Aceh juga melakukan hal yang sama.
Sudirman Hasan Sekjen Forum LSM Aceh menyebutkan, Aceh punya kewenangan besar menolak itu sehubungan dengan keistimewaan yang dimilki daerah ini.
Sejauh ini sudah belasan kepala daerah yang resmi menolak pemberlakukan UU Cipta Kerja tersebut, di antaranya Gubernur Jawa Barat, Gubernur Sumatera Barat, Gubernur DI Yogyakarta, Gubernur Kalimantan Barat, dan Gubernur Jawa Timur, sejumlah Bupati dan Walikota. Untuk Provinsi Aceh, sejumlah Bupati juga sudah menyampaikan surat penolakan ke Presiden Jokowi, yaitu Bupati Bireun, Bupati Bener Meriah, termasuk DPRK Aceh Tengah, DPRK Aceh Barat Daya, DPRK Bireun, Bener Meriah, DPRK Aceh Barat, Aceh Timur, serta DPRA.
Sudirman Hasan mengajak Bupati/Walikota lain hendaknya melakukan hal yang sama agar Presiden Jokowi segera menerbitkan Peraturan Penggati Undang-Undang (Perpu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.
“Jika semua kepala daerah di Aceh melakukan hal yang sama, maka kita tentu akan menghadirkan tekanan untuk memaksa pembatalan UU itu,” kata Sudirman Hasan.
Ada beberapa alasan mengapa Sudirman tetap bersikeras agar UU itu ditolak, antara lain, karena banyak sekali hak-hak buruh yang dipangkas di dalam UU yang baru ini. Misalnya, tidak ada lagi penegasan soal Upah Minimin Kabupaten/kota (UMK). Penghapusan itu tercantum dalam Bab IV Ketenagakerjaan poin 26.
“Dihapusnya upah minimum sektoral ini merupakan bentuk ketidakadilan. Sebab, sektor bisnis dengan penghasilan yang besar bagi negara akan memberi upah ke pekerja mengacu upah minimum regional,” kata Sudirman Hasan.
Dengan hadirnya UU Cipta kerja, maka UMK bukan lagi suatu kewajiban yang harus ditetapkan. Gubernur hanya wajib menetapkan Upah minimum Provinsi.
Sudirman Hasan juga menyorot soal cuti hamil yang tidak diakomodir di dalam UU Cipta Kerja ini. yang ada hanyalah aturn memberikan hak cuti atau istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Demikian juga dengan aturan PHK. Menurut UU Ketenagakerjaan yang lama, perusahan hanya bisa melakukan PHK setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara berturut-turut. Pasal tersebut dihapus melalui UU Cipta Kerja. Sebagai gantinya, di dalam UU Cipta Kerja PHK bisa dilakukan tanpa ada peringatan tiga kali berturut- turut.
Dengan berbagai perubahan itu, menurut Sudirman Hasan wajar jika kemudian organisasi buruh menolak pemberlakukan UU Cipta kerja tersebut. Oleh karena itu, Sudirman Hasan menyarankan agar para kepala daerah di Aceh beramai-ramai menolak memberlakukan UU itu di daerah ini.
Forum LSM Aceh memberi apresiasi kepada Bupati Bireun dan dan Bupati Bener Meriah yang melakukan langkah cepat menolak UU tersebut. “Kita minta bupati dan walikota yang lain segera melalukan yang sama,” katanya.
Sebaliknya, Sudirman Hasan sangat menyayangkan sikap Plt Gubernur Aceh yang hanya pasif menyikapi protes mahasiswa dan buruh soal UU Cipta Kerja itu. (*)